Selamat Datang Di Komunitas Yalimeck Web BLOG

Senin, 28 Juni 2010

QUO VADIS PEMBANGUNAN DI YALIMEK

“ Hakekat Pembangunan Di Yalimek”

*) James S Yohame

Betapa sering kita mendapat gembar-gembor tentang pembangunan, apalagi dulu pada rezim Orde Baru yang notabene menempatkan ‘pembangunan’ pada porsi yang begitu tinggi. Saat ini, diera Otonomi Khusus di Papua barat isu Pembangunan menjadi isu sentral yang diperbincangkan dalam berbagai kegiatan bahkan kata ini tidak bias dilepaskan dari kehidupan masyarakat Papua, lebih khusus masyarakat Yalimek.

Tulisan singkat ini mengulas hakekat pembangunan yang harus diterapkan untuk masyarakat Yalimek ke depan.

Apa sebenarnya pembangunan itu dalam kehidupan masyarakat Yalimek?? Tulisan berikut -meskipun tidak komprehenshif-, mencoba menjelaskan secara teoritik tentang hakikat pembangunan di daerah Yalimek ke depan.

Hakikat pembangunan di Indonesia adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia[1]. Seiring dengan itu, pembangunan pun menghendaki keikutsertaan dari seluruh warga tanpa terkecuali.

Hakikat Pembangunan Di Yalimek adalah memanusiakan masyarakat Yalimek sebagai makhluk ciptaan Tuhan seutuhnya. Dalam konteks pembangunan, substansi pembangunan yang dimaksud harus jelas. Untuk mengulas hakikat pembangunan di daerah Yalimek, saya akan menjelaskan definisi pembangunan dengan kondisi riil di masyarakat Yalimek dan Papua pada umumnya. Sebagaimana dalam buku “Papua Menggugat – Teori Politik Otonomisasi di Papua – yang ditulis saudara Sem Karoba dijelaskan bahwa pembangunan adalah mengadakan sesuatu yang belum ada menjadi ada. Bila saya menjadikan definisi pembangunan dari buku yang ditulis saudara Sem Karoba ini[2], maka ada beberapa pertanyaan yang perlu diajukan. Pertama, kalau indikator pembangunan dilihat dari rumah seng/ gedung yang beratapkan seng dll, maka daerah Yalimek jauh sebelum Pemerintah menginjakkan kaki disana sudah terjadi pembangunan. Kedua, lagi – lagi, indikator pembangunan dilihat dari Sumber Daya Manusia, maka sekali lagi pembangunan sumber daya manusia sudah dibangun oleh pihak Gereja dengan adanya pembangunan gedung Sekolah yang dikelola Yayasan Pendidikan Kristen di Tanah Papua. Jadi yang terjadi atau yang dilakukan oleh pemerintah terhadap masyarakat Yalimek adalah bukan Pembangunan tetapi pengembangan. Artinya, pemerintah hanya mengembangkan apa yang sudah dibangun pihak gereja. Pemerintah hanya mengembangkan apa yang dilakukan pihak Gereja ke arah yang lebih baik.

Adapun secara spesifik menurut Profesor Goulet[3] dan beberapa tokoh lain mengatakan bahwa paling tidak ada tiga komponen dasar atau nilai inti yang harus dijadikan basis konseptual dan pedoman praktis untuk memahami arti pembangunan yang paling hakiki, yaitu: kecukupan (sustenance), harga diri (self-esteem), serta kebebasan (freedom), yang merupakan tujuan pokok yang harus digapai oleh setiap orang dan masyarakat melalui pembangunan.

Kecukupan: Kemampuan untuk Memenuhi Kebutuhan-kebutuhan Dasar. Kebutuhan dasar di sini yaitu segala sesuatu yang jika tidak dipenuhi akan menghentikan kehidupan seseorang, meliputi pangan, sandang, papan, kesehatan, dan keamanan. Fungsi dasar dari semua kegiatan ekonomi hakikatnya adalah untuk memenuhi -minimal- kebutuhan-kebutuhan dasar tersebut. Maka bisa dikatakan bahwa keberhasilan pembangunan ekonomi merupakan prasyarat bagi membaiknya kualitas kehidupan.

Harga Diri: Menjadi Manusia Seutuhnya. Komponen universal yang kedua dari kehidupan yang serba lebih baik adalah adanya dorongan dari diri sendiri untuk maju, untuk menghargai diri sendiri, untuk merasa diri pantas dan layak melakukan atau mengejar sesuatu, dan seterusnya. Indicator keberhasilan pembangunan bukan hanya dilihat dari gedung-gedung mewah ataupun teknologi canggih dan modern, melainkan segala hal yang bersifat internal diri manusianya sendiri harus ikut dibangun.

Kebebasan dari Sikap Menghamba: Kemampuan untuk Memilih. Artinya makna pembangunan harus memiliki konsep kemerdekaan manusia. Kemerdekaan atau kebebasan di sini hendaknya diartikan secara luas sebagai kemampuan untuk berdiri tegak sehingga tidak diperbudak oleh pengejaran aspek-aspek materiil dalam kehidupan ini. Jika kita memiliki kebebasan, itu berarti untuk selamanya kita mampu untuk berfikir jernih dan menilai segala sesuatu atas dasar keyakinan, fikiran sehat, dan hati nurani kita sendiri. Kebebasan juga meliputi kemampuan individual atau masyarakat untuk memilih satu atau sebagian dari sekian banyak pilihan yang tersedia.


[1] Drs. Arief Achmad Mangkoesapoetra, M. Pd.. Kontribusi Guru bagi Pembangunan Desa. http://re-searchengines.com/0805arief.html, diakses pada 6 Oktober 2009.

[2] Sem Karoba.. Papua Menggugat – Teori Politik Otonomisasi di Papua Barat – Penerbit, Galang Press 2006

[3] Todaro, Michael P. dan Stephen C. Smith. 2006. Pembangunan Ekonomi (edisi kesembilan), Jilid 1. Jakarta: Penerbit Erlangga, hal. 26-28.


*) Penulis adalah Seorang Pengangguran dari Yalimek dan menetap di jalur bebas hambatan.





Masyarakat Yalimek sedang diajarkan Baca - tulis (Nare - nare)

Seorang anak Perempuan dari salah seorang Misionaris dengan busana adat wanita Yalimek

Pendeta Klaus Reuter Ditengah - tengah masyarakat Yalimek

Template by : Yalimeck jamaica-rastuna.blogspot.com