Selamat Datang Di Komunitas Yalimeck Web BLOG

Minggu, 29 Agustus 2010

YAHUKIMO FC MELAKUKAN LATIHAN PERDANA UNTUK MENGHADAPI KOMPETISI DIVISI I PSSI

JAYAPURA—Setelah melakukan seleksi hingga menggerucut hingga dua puluh pemain, skuad Yahukimo FC yang dipersiapkan mengikuti kompetisi Divisi I langsung menggelar latihan perdana.
Latihan itu sendiri digelar di stadion Mahacandra Waena, Rabu (11/8) kemarin yang dipimpin pelatih Rivai dan asistennya Anis Kogoya.
Dalam latihan itu diiikuti sekitar dua puluh pemain dari dua puluh lima pemain yang masuk dalam skuad Yahukimo FC musim ini.

Asisten pelatih Anis Kogoya mengatakan latihan ini memang digelar sebab jadwal kompetisi Divisi I yang sudah semakin dekat.
Sesuai rencana kompetisi Divisi I akan dilaksanakan akhir September.
Menurutnya Yahukimo FC tidak boleh kalah star dari tim-tim kontestan Divisi I yang lain.”Kami tidak ingin degradasi ke Divisi II, makanya latihan sudah harus digelar,” imbuh Anis. Ia menjelaskan target dari manajemen adalah Yahukimo FC harus bertahan di Divisi I musim ini.

Sebelumnya nama-nama dua puluh pemain yang lolos seleksi terakhir adalah Eneco Kogoya, Tony Aryo Bintoro, Timotius Mote, Lulud Halimawan, Dany, Apriyandi, Marten Monggaruak, Merkius Kogoya, Welly Wenda, Vistus Kase, Alfian Bahar, Isak Burami, Norius Kobak, Yance Pahabol, Paulus Hisage, Musa Ambolon, Josua Pahabol, Yonas Magay, Ferry Pahabol dan Kaleb Kambu. (Jama!ca)

Salah satu pemain Yahukimo FC, Ferry Pahabol (Koleksi foto pribadi)

Minggu, 22 Agustus 2010

BELAJAR DENGAN BENDA SEHARI - HARI

"Yayasan Sieckermann Mendanai Bahan Ajar"

Buta huruf merupakan salah satu kendala utama untuk pembangunan di lingkungan mitra kerja gereja Schwelm di Indonesia dan lebih khusus di Papua barat. Untuk mengatasi ini, Yayasan Dieckermann memiliki pelatihan untuk Papua "sekarang diluncurkan bahan ajar dalam bahasa ibu warga Yali lagi. Bahan ajar yang dimaksud disini bukan lain adalah Nare – nare. Bahan ajar atau nare- nare ini didirikan oleh Dr Hella dan Dieter Siekermann didanai Yayasan Dieckermann. Sebagai imbalannya, sebuah upacara kecil diadakan pada Stüting (Gevelsberg) tempat di mana saat ini sekelompok mahasiswa dari Papua sebagai tamu.

Dalam acara seremonial, salah satu peserta asal Papua barat lebih khusus dari saerah Yali Nathan Pahabol menegaskan bahwa : untuk belajar membaca adalah di daerah pinggiran di Indonesia tidak begitu sederhana. buku pelajaran sekolah publik dibuat dalam bahasa Indonesia, bahasa yang bagi banyak orang bukanlah bahasa asli. Di daerah Yalimo yang dirintis gereja, misalnya, tidak diajarkan dengan bahasa Yali. Daerah Yalimek tepatnya Anggruk pertama kali dirintis oleh salah satu misionaris pertama Siegfried Zöllner, yang 13 tahun bekerja sebagai guru dan teolog di dataran tinggi Papua, kembali di awal 1970-an membawa mereka untuk membuat bahan ajar dalam bahasa Yali. Untuk hari ini, adalah bekerja dengan buku-buku ini, di mana tidak hanya bahasa manusia, tetapi juga kehidupan sehari-hari mereka, tanaman mereka, binatang dan objek diambil jauh lebih sukses dibandingkan dengan buku-buku Indonesia. Anak-anak dan orang dewasa belajar membaca dan menulis biasanya dalam waktu beberapa bulan dan - apa yang berhasil di sekolah-sekolah umum sering kali hanya setelah beberapa tahun. *** Yalimeck News***



Sampling bahan ajar dalam bahasa ibu/ daerah


Rombongan dari Papua barat (Yali) dan Yayasan yang mendanai penerbitan bahan ajar dalam bahasa Yali beserta pihak Gereja Schwelm di Jerman : Siegfried Zöllner, Nathan Pahabol, Dieter Siekermann, Hella Siekermann, Klaus Solmecke dan peserta pertukaran (dari kiri ke kanan).

=====Y A L I M E C K =====


News Versi Asli :

Die Fibeln nutzen die Muttersprache der Lernenden.

Analphabetentum ist eines der großen Entwicklungshindernisse in den Partnerkirchenkreisen Schwelms in Indonesien. Um dem entgegenzuwirken, hat die „Stiftung Ausbildung für Papua“ nun Unterrichtsmaterial in der Muttersprache der Bewohner neu aufgelegt. Der Druck dieser Fibeln wurde durch die „Dr. Hella und Dieter Siekermann Stiftung“ großzügig finanziert. Zum Dank dafür fand eine kleine Feierstunde am Stüting (Gevelsberg) statt, wo derzeit eine Gruppe von Studenten aus Papua zu Gast ist.

Im Rahmen dieser Feierstunde begründete der indonesische Lehrer Nathan Pahabol die Notwendigkeit des Drucks der Fibeln und berichtete von der Arbeit damit: Lesen zu lernen ist in den peripheren Regionen Indonesiens nicht so einfach. Die staatlichen Schulbücher sind in indonesischer Sprache erstellt, einer Sprache, die für viele Einwohner nicht die Muttersprache ist. Im Kirchenkreis Yalimo z. B. wird Yali gesprochen. Das hat Ilse und Siegfried Zöllner, die 13 Jahre lang als Theologen und Lehrer im Bergland Papuas tätig waren, schon Anfang der 1970er Jahre dazu veranlasst, Unterrichtsmaterial in der Yali-Sprache zu erstellen. Bis heute ist die Arbeit mit diesen Büchern, in denen nicht nur die Sprache der Menschen, sondern auch ihr Alltagsleben, ihre Pflanzen, Tiere und Gegenstände aufgegriffen werden, sehr viel erfolgreicher als die mit den indonesischen Büchern. Kinder und Erwachsene lernen in der Regel schon innerhalb weniger Monate lesen und schreiben – was in den staatlichen Schulen oftmals erst nach mehreren Jahren gelingt. (http://wge.stadtmarketing-ennepetal.de/)

Template by : Yalimeck jamaica-rastuna.blogspot.com