Sukoharjo, Kompas - Menteri Negara Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal
Saifullah Yusuf mengatakan, pihaknya menyiapkan rencana pendek, menengah, dan
panjang bagi perbaikan kondisi di Yahukimo, Papua. Program jangka pendek antara
lain, pemenuhan kebutuhan untuk mengatasi situasi darurat.
"Kami mengirimkan tenaga medis, bahan makanan, dan mengatasi keterisolasian,"
ujar Saifullah Yusuf seusai pembukaan Workshop dan Rapat Kerja Majelis
Pemberdayaan Masyarakat Pimpinan Pusat Muhammadiyah di Kampus Universitas
Muhammadiyah Surakarta, Sukoharjo, Jawa Tengah, Sabtu (17/12) lalu.
Untuk jangka panjang akan dilakukan pembangunan infrastruktur. "Akan dilakukan
pemetaan untuk mengatasi keterisolasian, membuka pasar supaya ada sistem
perdagangan, ada pertumbuhan ekonomi," tuturnya.
Ia menyebutkan, Yahukimo merupakan satu dari 199 kabupaten di
masuk kategori tertinggal dengan berbagai ukuran, di antaranya tingkat
kemiskinan, pengangguran, pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur.
"Infrastruktur penyebab langsung dan tidak langsung dari kemiskinan karena
ketiadaan pelayanan jalan, listrik, telepon, air bersih, pasar, dan perbankan,"
katanya.
Dari 199 kabupaten tertinggal itu, sebanyak 20 di antaranya berada di daerah
perbatasan dengan negara lain, baik darat maupun laut, dengan sebaran di
pedalaman, tepi hutan, dan pulau kecil. Dari 199 kabupaten yang termasuk daerah
tertinggal, sebanyak 123 kabupaten di antaranya berada di
kabupaten di Sumatera, 17 kabupaten di Jawa, dan satu kabupaten berada di
Saifullah menyatakan, ada beberapa provinsi yang seluruh kabupaten di dalamnya
termasuk kategori tertinggal, yakni Papua, Maluku, Maluku Utara, Nusa Tenggara
Timur (NTT), Nusa Tenggara Barat (NTB), Sulawesi Tengah (Sulteng),
Tenggara (Sultra), Gorontalo, dan Bengkulu.
Beberapa faktor penyebab kabupaten menjadi daerah tertinggal di antaranya
kondisi geografis, sumber daya manusia, sumber daya alam, sarana/prasarana,
termasuk rawan bencana, rawan konflik, dan kebijakan pemerintah pusat yang
kurang tepat.
Menurut Saifullah, pihaknya menyiapkan dana Rp 7 triliun untuk memenuhi
kebutuhan
identifikasi, disiapkan Rp 7 triliun bahkan hampir Rp 8 triliun untuk memenuhi
kebutuhan
Hidup boros
Meskipun sebagian penduduk di Kabupaten Yahukimo saat ini tengah kelaparan, di
daerah lain di Papua sebagian warganya hidup tidak produktif dan boros. Hal
itu, misalnya, terlihat di Timika, ibu
daerah pinggiran
Menurut pengamatan Kompas, minum minuman keras sampai mabuk di kalangan
penduduk asli Papua dari beberapa suku di Timika mudah ditemui di sejumlah tepi
jalan di
di tepi jalan.
Berbeda dengan sejumlah daerah lain di Papua yang kesulitan sumber nafkah dan
sumber makanan, warga Timika khususnya dan Mimika pada umumnya tidak mengalami
masalah itu. Di Timika dan daerah sekitarnya sebagian warga mendapatkan sumber
nafkah dengan mencari bijih emas di Sungai Kapur, tempat terbuangnya limbah
dari penambangan emas Tembagapura.
Di sebagian daerah lain, seperti di Kecamatan Mapuru Jaya, warga umumnya
mendapatkan sumber nafkah dan makanan dari hutan berupa sagu, serta ikan dari
sungai dan laut.
Hal tersebut misalnya dilakukan warga dari suku Asmat dan suku Kamoro yang
tinggal di daerah selatan Timika.
Sebagian warga Timika dan sekitarnya yang terdiri atas penduduk asli Papua dari
berbagai suku dan pendatang dari pulau lain mencari nafkah dengan mendulang
emas di Sungai Kapur. Sungai yang bermuara di Laut Aru itu menjadi tempat
terbuangnya sebagian limbah dari penambangan emas Tembagapura yang dikelola PT
Jumlah serbuk emas
Dari pasir dan lumpur sungai kapur di sejumlah lokasi, ratusan hingga ribuan
warga mendapatkan serbuk emas dalam jumlah lumayan. Seorang penambang
mendapatkan serbuk emas kotor karena masih bercampur bijih besi, tembaga, dan
pasir, rata-rata dua gram hingga tiga gram per orang per hari. Sebagian
penambang kadang malah mendapatkan serbuk emas dalam jumlah puluhan gram per
hari. Satu gram emas kotor dihargai Rp 100.000.
Hasil kerja keras menambang di sungai sebagian dihabiskan untuk membeli minuman
keras atau bentuk hidup tidak produktif lainnya.
Bebasnya penjualan minuman keras di Timika mendorong sebagian penduduknya
terbiasa mengonsumsi minuman keras. Itu membuat prihatin Ketua DPRD Mimika
Maimum Madia. Namun, dia tidak mau berkomentar banyak soal itu.
Menurut Maimun, DPRD dan Pemerintah Kabupaten Timika memang telah merencanakan
untuk membuat peraturan yang melarang penjualan minuman keras, khususnya di
Timika.