Selamat Datang Di Komunitas Yalimeck Web BLOG

Jumat, 03 September 2010

YAHUKIMO FC IMBANGI PERMAINAN TUAN RUMAH PSM U - 21

Dalam Laga Uji Coba Kemarin.

Tim Divisi I, Yahukimo FC, menggelar uji coba dengan PSM Makassar U-21 di Lapangan Karebosi, Kamis, 2 September. Hasilnya, Pasukan Ramang junior berhasil mengimbangi lawannya, 1-1.

Para penggawa tim sepak bola yang berasal dari Kabupaten Yahukimo, Papua ini memang tengah melakukan Training Centre (TC) di Makassar. Ini sebagai persiapan menghadapi kompetisi Divisi I yang dihelat di Sinjai.

Sepanjang pertandingan kemarin, kedua tim ini memang bermain terbuka. Keduanya mampu mempertahankan irama pertandingan hingga kedudukan imbang.
Kendati gagal memetik kemenangan, bagi Yahukimo hasil ini cukup menggembirakan. Setidaknya, dia sudah bisa meramu tim inti yang akan diturunkan di kompetisi mendatang.

Pelatih Yahukimo FC, Rivai Arsyad, mengatakan bahwa hasil yang dicapai Alam dkk ini menjadi modal berharga sebelum berlaga pada kompetisi akhir September mendatang. "Ini menjadi modal yang baik menghadapi kompetisi sesungguhnya," ujar Rivai.

Selama TC di Makassar, Yahukimo FC sudah beberapa kali menggelar uji coba untuk mengukurkemampuan timnya. Dari sejumlah partai uji coba yang dilakukan, hingga saat ini Yahukimo belum sekalipun kalah. Paling buruk seri ketika melawan PSM U-21.*** Jama!ca***

Minggu, 29 Agustus 2010

YAHUKIMO FC MELAKUKAN LATIHAN PERDANA UNTUK MENGHADAPI KOMPETISI DIVISI I PSSI

JAYAPURA—Setelah melakukan seleksi hingga menggerucut hingga dua puluh pemain, skuad Yahukimo FC yang dipersiapkan mengikuti kompetisi Divisi I langsung menggelar latihan perdana.
Latihan itu sendiri digelar di stadion Mahacandra Waena, Rabu (11/8) kemarin yang dipimpin pelatih Rivai dan asistennya Anis Kogoya.
Dalam latihan itu diiikuti sekitar dua puluh pemain dari dua puluh lima pemain yang masuk dalam skuad Yahukimo FC musim ini.

Asisten pelatih Anis Kogoya mengatakan latihan ini memang digelar sebab jadwal kompetisi Divisi I yang sudah semakin dekat.
Sesuai rencana kompetisi Divisi I akan dilaksanakan akhir September.
Menurutnya Yahukimo FC tidak boleh kalah star dari tim-tim kontestan Divisi I yang lain.”Kami tidak ingin degradasi ke Divisi II, makanya latihan sudah harus digelar,” imbuh Anis. Ia menjelaskan target dari manajemen adalah Yahukimo FC harus bertahan di Divisi I musim ini.

Sebelumnya nama-nama dua puluh pemain yang lolos seleksi terakhir adalah Eneco Kogoya, Tony Aryo Bintoro, Timotius Mote, Lulud Halimawan, Dany, Apriyandi, Marten Monggaruak, Merkius Kogoya, Welly Wenda, Vistus Kase, Alfian Bahar, Isak Burami, Norius Kobak, Yance Pahabol, Paulus Hisage, Musa Ambolon, Josua Pahabol, Yonas Magay, Ferry Pahabol dan Kaleb Kambu. (Jama!ca)

Salah satu pemain Yahukimo FC, Ferry Pahabol (Koleksi foto pribadi)

Minggu, 22 Agustus 2010

BELAJAR DENGAN BENDA SEHARI - HARI

"Yayasan Sieckermann Mendanai Bahan Ajar"

Buta huruf merupakan salah satu kendala utama untuk pembangunan di lingkungan mitra kerja gereja Schwelm di Indonesia dan lebih khusus di Papua barat. Untuk mengatasi ini, Yayasan Dieckermann memiliki pelatihan untuk Papua "sekarang diluncurkan bahan ajar dalam bahasa ibu warga Yali lagi. Bahan ajar yang dimaksud disini bukan lain adalah Nare – nare. Bahan ajar atau nare- nare ini didirikan oleh Dr Hella dan Dieter Siekermann didanai Yayasan Dieckermann. Sebagai imbalannya, sebuah upacara kecil diadakan pada Stüting (Gevelsberg) tempat di mana saat ini sekelompok mahasiswa dari Papua sebagai tamu.

Dalam acara seremonial, salah satu peserta asal Papua barat lebih khusus dari saerah Yali Nathan Pahabol menegaskan bahwa : untuk belajar membaca adalah di daerah pinggiran di Indonesia tidak begitu sederhana. buku pelajaran sekolah publik dibuat dalam bahasa Indonesia, bahasa yang bagi banyak orang bukanlah bahasa asli. Di daerah Yalimo yang dirintis gereja, misalnya, tidak diajarkan dengan bahasa Yali. Daerah Yalimek tepatnya Anggruk pertama kali dirintis oleh salah satu misionaris pertama Siegfried Zöllner, yang 13 tahun bekerja sebagai guru dan teolog di dataran tinggi Papua, kembali di awal 1970-an membawa mereka untuk membuat bahan ajar dalam bahasa Yali. Untuk hari ini, adalah bekerja dengan buku-buku ini, di mana tidak hanya bahasa manusia, tetapi juga kehidupan sehari-hari mereka, tanaman mereka, binatang dan objek diambil jauh lebih sukses dibandingkan dengan buku-buku Indonesia. Anak-anak dan orang dewasa belajar membaca dan menulis biasanya dalam waktu beberapa bulan dan - apa yang berhasil di sekolah-sekolah umum sering kali hanya setelah beberapa tahun. *** Yalimeck News***



Sampling bahan ajar dalam bahasa ibu/ daerah


Rombongan dari Papua barat (Yali) dan Yayasan yang mendanai penerbitan bahan ajar dalam bahasa Yali beserta pihak Gereja Schwelm di Jerman : Siegfried Zöllner, Nathan Pahabol, Dieter Siekermann, Hella Siekermann, Klaus Solmecke dan peserta pertukaran (dari kiri ke kanan).

=====Y A L I M E C K =====


News Versi Asli :

Die Fibeln nutzen die Muttersprache der Lernenden.

Analphabetentum ist eines der großen Entwicklungshindernisse in den Partnerkirchenkreisen Schwelms in Indonesien. Um dem entgegenzuwirken, hat die „Stiftung Ausbildung für Papua“ nun Unterrichtsmaterial in der Muttersprache der Bewohner neu aufgelegt. Der Druck dieser Fibeln wurde durch die „Dr. Hella und Dieter Siekermann Stiftung“ großzügig finanziert. Zum Dank dafür fand eine kleine Feierstunde am Stüting (Gevelsberg) statt, wo derzeit eine Gruppe von Studenten aus Papua zu Gast ist.

Im Rahmen dieser Feierstunde begründete der indonesische Lehrer Nathan Pahabol die Notwendigkeit des Drucks der Fibeln und berichtete von der Arbeit damit: Lesen zu lernen ist in den peripheren Regionen Indonesiens nicht so einfach. Die staatlichen Schulbücher sind in indonesischer Sprache erstellt, einer Sprache, die für viele Einwohner nicht die Muttersprache ist. Im Kirchenkreis Yalimo z. B. wird Yali gesprochen. Das hat Ilse und Siegfried Zöllner, die 13 Jahre lang als Theologen und Lehrer im Bergland Papuas tätig waren, schon Anfang der 1970er Jahre dazu veranlasst, Unterrichtsmaterial in der Yali-Sprache zu erstellen. Bis heute ist die Arbeit mit diesen Büchern, in denen nicht nur die Sprache der Menschen, sondern auch ihr Alltagsleben, ihre Pflanzen, Tiere und Gegenstände aufgegriffen werden, sehr viel erfolgreicher als die mit den indonesischen Büchern. Kinder und Erwachsene lernen in der Regel schon innerhalb weniger Monate lesen und schreiben – was in den staatlichen Schulen oftmals erst nach mehreren Jahren gelingt. (http://wge.stadtmarketing-ennepetal.de/)

Minggu, 25 Juli 2010

QUO VADIS IDEALISME MAHASISWA YALIMEK

*) James S Yohame

Sebuah Catatan Untuk Bahan Refleksi agar Introspeksi diri dari sekarang.

Memuncaknya kesadaran masyarakat Yalimek terhadap berbagai penindasan terhadap haknya (selama bernaung dibawa kabupaten lain) , surutnya kepercayaan mereka terhadap wakil mereka yang duduk di gedung parlemen akibat pengkhianatan atas amanat yang diberikan serta ketidakadilan yang menciptakan jurang yang dalam, membuahkan tanda tanya besar atas apatisme mahasiswa Yalimek. Kemanakah peran mahasiwa Yalimek dalam menyuarakan aspirasi masyarakat akar rumput ? sejauh mana idealisme mahasiswa yalimek? yang beberapa waktu yang lalu dengan bangga menyebut dirinya Agent Of Change?

Mahasiswa merupakan salah satu kelompok dalam masyarakat yang dipandang mempunyai tingkat intelektual yang lebih. Hal ini disebabkan mahasiswa merupakan orang- orang yang mendapatkan dan menjalani pendidikan secara lebih mendalam bila dibandingkan dengan siswa sekolah menengah. Selain itu, tidak semua orang dapat menjadi mahasiswa dan menjalani pendidikan di perguruan tinggi. Hal ini dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti biaya yang cukup besar ( mengingat orang tua kita adalah petani tradisional yang tidak mampu memenuhi kebutuhan anaknya yang kuliah) maupun keterpurukan dunia pendidikan dan dunia kerja di Republik ini sehingga memunculkan pandangan banyak sarjana yang menganggur.


Mahasiswa sebagai salah satu kelompok intelektual sebenarnya diharapkan dapat mengaktualisasikan ilmu yang diperolehnya selama menjalani pendidikan di perguruan tinggi itu dalam masyarakat. Meskipun pada kenyataannya, sebagian besar mahasiswa belum mampu untuk menerapkan ilmunya tersebut dalam masyarakat. Bahkan bukannya belum mampu, ada kecenderungan mahasiswa tidak mau membagikan ilmunya untuk kepentingan kesejahteraan masyarakat. Ilmu yang telah diperolehnya digunakan hanya untuk dirinya sendiri atau sebagai bekal untuk mendapatkan pekerjaan di masa yang akan datang. Asumsinya bahwa dengan ilmu tersebut mahasiswa jangan sampai tidak mendapatkan pekerjaan atau mendapatkan penghasilan yang kurang sesuai dengan pengeluaran untuk biaya perkuliahannya. Secara tersirat tampak adanya kecenderungan pelaksanaan kapitalisme oleh mahasiswa atas ilmu yang diperolehnya. Memang itu adalah hak mahasiswa, namun alangkah baiknya jika ilmunya dapat dibagikan kepada masyarakat sehingga masyarakat merasa terbantu untuk meningkatkan kesejahteraannya. Mungkin untuk sekedar menampik kapitalisme yang dilakukan oleh mahasiswa tersebut maka digelarlah suatu bentuk kegiatan perkuliahan aplikatif bermerek KKN (Kuliah Kerja Nyata), dengan memobilisasi mahasiswa ke seluruh penjuru daerah hingga ke desa.

Di satu sisi, masyarakat daerah kita (Yalimek), akhir-akhir ini sangat gandrung menyuarakan aspirasinya secara "langsung", demokrasi katanya. Begitu mendengar kata demokrasi, bayangan kita langsung tertuju pada sebuah gambaran masyarakat yang madani, terjamin hak-hak sosialnya, menghargai pendapat orang lain, terjamin hak-hak asasi tiap-tiap warganya, setiap warga mempunyai hak-hak yang sama di depan hukum, serta kehidupan ekonomi daerah yang makmur dan merata.

Kita begitu tergiur untuk menempatkan demokrasi sebagai satu-satunya cara yang paling tepat dalam rangka menata kembali kehidupan bermasyarakat Yalimek bahkan untuk cakupan yang lebih luas berbangsa dan bernegara yang hingga kini memang masih belum menentu arahnya. Demokrasi telah menghinggapi kita walaupun entah demokrasi yang bagaimana yang cocok dengan model budaya Republik ini.

Seharusnya mahasiswa Yalimek memainkan peranan besar dalam rangka membangkitkan kesadaran masyarakat, bahwa kita masih terjajah, bahkan hingga saat ini! Mahasiswa sangat penting peranannya dalam membawa kesadaran yang baru bagi masyarakat Yalimek. Saya sangat setuju bahwa mahasiswa bukanlah seperti seorang pahlawan bertopeng dalam film kartun yang bisa berjuang sendirian dan pasti menang. Keunggulan seorang mahasiswa, menurut saya, justru terdapat pada kemampuannya dalam memberikan percikan api kesadaran dalam gua kungkungan kebekuan masyarakat dalam memahami dirinya yang terjajah bahkan oleh wakil rakyatnya sendiri dan mengajak masyarakat untuk berjuang dalam garis perjuangan yang sama.

Masyarakat Yalimek secara khusus selalu dinamis, selalu akan berkembang dan berubah dari waktu ke waktu bila apa yang saya sebutkan diatas dilakukan. Kita memang harus belajar dari sejarah bahwa suatu masyakarat mempunyai kemungkinan yang sama untuk maju dan berkembang, sama halnya untuk mundur bahkan hancur. Semua masyarakat Yalimek tentu menginginkan kemajuan dan perbaikan.

Keadilan sosial telah menjadi tuntutan setiap anggota masyarakat. Berawal dari tuntutan-tuntutan itulah kemudian memunculkan sebuah cita-cita bersama. Tentu saja, kemunculan cita-cita suatu masyarakat tidak terlepas dari idealisme atau falsafah Republik yang menaungi kita ini yang didalamnya termaktub segala ide-ide kemanusiaan dan kebangsaan Indonesia yang mendasarkan diri pada segala paham agama dan aliran-aliran politik Indonesia yang majemuk (pluralis).

Perjuangan menuju keadilan (banyak hal menjadi alasan untuk masyarakat Yalimek mengklaim untuk diberlakukan secara tidak adil) haruslah berprinsip pada keadilan serta tanggung jawab tiap-tiap warga masyarakat tanpa terkecuali, mulai dari unsur eksekutif, lebih-lebih lagi legislatif yang dengan bangga memproklamirkan mereka adalah wakil rakyat yang setiap pelantikannya menyatakan tugas ini adalah amanat dari rakyat, hingga merambah ke tingkat daerah, kabupaten, kecamatan, desa/kelurahan, RT/RW, bahkan keluarga sebagai basis utama masyarakat. Keadilan dan tanggung jawab tiap-tiap pribadi akan tercermin dalam sikap dan pola tingkah lakunya yang dewasa dan matang, tidak sekedar berani pasang badan. Berbagai kejadian yang terjadi dalam tata pemerintahan kita sekarang ini bukanlah aktualisasi pribadi-pribadi pejabat yang berwibawa, matang dan dewasa. Sebaliknya cenderung terkesan urakan, main menang sendiri, mata uang, melanggar etika serta kekanak-kanakan. Sungguh sebuah lelucon yang tidak lucu, yang tidak pantas dipertontonkan pada anak-anak, yang notabene adalah kader penerus perjuangan pembangunan Yalimek ke depan.

Kebutuhan akan tipe pemerintahan yang baru tumbuh secara konkrit dengan adanya perkembangan tatanan moral dan sosial serta intelektual yang baru. Orientasi dan tindakan politik menjadi cermin bagaimana mahasiswa memahami masyarakatnya.

Karena pranata mahasiswa merupakan gejala pada masyarakat yang telah memiliki kesadaran berorganisasi, dan mahasiswa merupakan golongan yang diberikan kesempatan sosial untuk menikmati kesadaran tersebut, asumsi bahwa mahasiswa mempunyai apresiasi yang tinggi terhadap organisasi mahasiswa adalah absah. Dengan kata lain, mau tidak mau mahasiswa memang harus mulai memperhitungkan peran organisasi mahasiswa dalam gerakannya meskipun tidak ada maksud untuk tidak menghargai gerakan massa rakyat yang spontan. Jangan tahunya mengajak massa dalam jumlah besar untuk kepentingan seorang mahasiswa penindas.

Nilai lebih mahasiswa hanyalah bermakna apabila di dalam diri mahasiswa tersebut dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut :

  1. Pemahaman terhadap masyarakat beserta problem-problemnya; disini kekuatan analisis tehadap gejala pergolakan hati nurani masyarakat Yalimek sangat dibutuhkan.(Bukankah mahasiswa mempunyai standard dalam metodologi penelitian dan analisisnya?)
  2. Pemihakan terhadap masyarakat Yalimek; tentu saja tidak asal, mahasiswa juga perlu mengkaji lebih jauh masyarakat mana yang membutuhkan mereka untuk berpihak kepadanya, masyarakat kita pun tidak sedikit yang telah diboncengi oleh muatan-muatan politik tertentu. (Terjadi semacam intimidasi).
  3. Kecakapan dalam mengolah massa. Dalam suatu pergerakan tidak hanya pergerakan massa yang jadi kekuatan utama, tapi segi intelektual yang berada dipergerakan massa juga mengambil peran yang cukup dominan.

Ketiga hal di atas pada prinsipnya mencerminkan :

  1. Tujuan dan orientasi gerakan mahasiswa.
  2. Metodologi gerakan mahasiswa.
  3. Strukturalisasi sumber daya manusia, logistik dan financial( bila diperlukan).
  4. Program gerakan mahasiswa yang strategik-taktik

Perjuangan mahasiswa terhadap isu-isu besar jangan berhenti, tentu dengan selalu mengingat bahwa isu besar bagi mahasiswa haruslah menjadi permasalahan yang besar bagi masyarakat sebagai people power yang paling berpotensi merubah tatanan sekaligus mengkritisinya. Dengan demikian kepedulian mahasiswa yalimek terhadap permasalahan masyarakat akar rumput adalah permasalahan utama untuk menyelami akar kekuatan dari pohon besar yang bisa disebut negara lewat kaki tangan setianya pemerintah kabupaten (PEMDA). Pelajarilah akarnya, baru kita tahu apakah pohon ini masih akan hidup dan jaya ataukah segera tumbang karena kebusukan yang disebabkan metabolisme yang tidak merata?

Menurut saya, gerakan mahasiswa tidaklah terbatas pada faktor politis saja sebab inti perjuangannya adalah mencetuskan kesadaran baru pada masyarakat yang tertindas, yang hak - haknya diabaikan, masyarakat yang termarjinalkan oleh hukum dan kekuasaan/ kepentingan segelintir orang, oleh siapa saja, kapanpun dan dimanapun. Mahasiswa selalu ditantang untuk memberikan pencerahan batin bagi siapa saja yang menghendaki keadilan bagi masyarakat. Tanpa pandang bulu, meski harus dibekali dengan pemikiran kritis dan tajam. Yang harus diperhatikan, apakah masyarakat sudah sadar? Lebih dari itu ketajaman berpikir juga perlu selalu diasah, sehingga ketika mendapat kucuran dana segar dengan nilai berjuta, organisasi mahasiswa terlena lupa fungsinya di masyarakat, jadilah dana segar itu sebagai uang tutup mulut. Lantas benarkah mahasiswa kini cuek, apatis dan impoten?

Tulisan ini saya tidak bermaksud menyinggung perasaan siapa2 selain sebagai bahan refleksi. Kalau merasa tersinggung, silahkan anda pikirkan, apa yang anda lakukan untuk masyarakat akar rumput? hanya berdiam diri, dan jadi penindas? Pergi ke kampus dan pulang terima teori2 tidak akan menjadikan dirimu manusia yang utuh kalau tidak melihat dan merasakan apa yang dirasakan masyarakat akar rumput. Idealisme seorang mahasiswa harus ditujukan tanpa ada kepentingan sekelompok orang yang menjadi perhatian daerah, tentukan pilihan saat ini dan jangan jadi penindas lagi kawan. sudah cukup masyarakat disana menangis dan bersedih. mau sekarang atau tidak untuk selamanya.

"Sekali Yalimek Tetap Yalimek"

*) Penulis adalah seorang Gelandangan asal Yalimek, penghuni tetap jalur bebas hambatan.


Senin, 28 Juni 2010

QUO VADIS PEMBANGUNAN DI YALIMEK

“ Hakekat Pembangunan Di Yalimek”

*) James S Yohame

Betapa sering kita mendapat gembar-gembor tentang pembangunan, apalagi dulu pada rezim Orde Baru yang notabene menempatkan ‘pembangunan’ pada porsi yang begitu tinggi. Saat ini, diera Otonomi Khusus di Papua barat isu Pembangunan menjadi isu sentral yang diperbincangkan dalam berbagai kegiatan bahkan kata ini tidak bias dilepaskan dari kehidupan masyarakat Papua, lebih khusus masyarakat Yalimek.

Tulisan singkat ini mengulas hakekat pembangunan yang harus diterapkan untuk masyarakat Yalimek ke depan.

Apa sebenarnya pembangunan itu dalam kehidupan masyarakat Yalimek?? Tulisan berikut -meskipun tidak komprehenshif-, mencoba menjelaskan secara teoritik tentang hakikat pembangunan di daerah Yalimek ke depan.

Hakikat pembangunan di Indonesia adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia[1]. Seiring dengan itu, pembangunan pun menghendaki keikutsertaan dari seluruh warga tanpa terkecuali.

Hakikat Pembangunan Di Yalimek adalah memanusiakan masyarakat Yalimek sebagai makhluk ciptaan Tuhan seutuhnya. Dalam konteks pembangunan, substansi pembangunan yang dimaksud harus jelas. Untuk mengulas hakikat pembangunan di daerah Yalimek, saya akan menjelaskan definisi pembangunan dengan kondisi riil di masyarakat Yalimek dan Papua pada umumnya. Sebagaimana dalam buku “Papua Menggugat – Teori Politik Otonomisasi di Papua – yang ditulis saudara Sem Karoba dijelaskan bahwa pembangunan adalah mengadakan sesuatu yang belum ada menjadi ada. Bila saya menjadikan definisi pembangunan dari buku yang ditulis saudara Sem Karoba ini[2], maka ada beberapa pertanyaan yang perlu diajukan. Pertama, kalau indikator pembangunan dilihat dari rumah seng/ gedung yang beratapkan seng dll, maka daerah Yalimek jauh sebelum Pemerintah menginjakkan kaki disana sudah terjadi pembangunan. Kedua, lagi – lagi, indikator pembangunan dilihat dari Sumber Daya Manusia, maka sekali lagi pembangunan sumber daya manusia sudah dibangun oleh pihak Gereja dengan adanya pembangunan gedung Sekolah yang dikelola Yayasan Pendidikan Kristen di Tanah Papua. Jadi yang terjadi atau yang dilakukan oleh pemerintah terhadap masyarakat Yalimek adalah bukan Pembangunan tetapi pengembangan. Artinya, pemerintah hanya mengembangkan apa yang sudah dibangun pihak gereja. Pemerintah hanya mengembangkan apa yang dilakukan pihak Gereja ke arah yang lebih baik.

Adapun secara spesifik menurut Profesor Goulet[3] dan beberapa tokoh lain mengatakan bahwa paling tidak ada tiga komponen dasar atau nilai inti yang harus dijadikan basis konseptual dan pedoman praktis untuk memahami arti pembangunan yang paling hakiki, yaitu: kecukupan (sustenance), harga diri (self-esteem), serta kebebasan (freedom), yang merupakan tujuan pokok yang harus digapai oleh setiap orang dan masyarakat melalui pembangunan.

Kecukupan: Kemampuan untuk Memenuhi Kebutuhan-kebutuhan Dasar. Kebutuhan dasar di sini yaitu segala sesuatu yang jika tidak dipenuhi akan menghentikan kehidupan seseorang, meliputi pangan, sandang, papan, kesehatan, dan keamanan. Fungsi dasar dari semua kegiatan ekonomi hakikatnya adalah untuk memenuhi -minimal- kebutuhan-kebutuhan dasar tersebut. Maka bisa dikatakan bahwa keberhasilan pembangunan ekonomi merupakan prasyarat bagi membaiknya kualitas kehidupan.

Harga Diri: Menjadi Manusia Seutuhnya. Komponen universal yang kedua dari kehidupan yang serba lebih baik adalah adanya dorongan dari diri sendiri untuk maju, untuk menghargai diri sendiri, untuk merasa diri pantas dan layak melakukan atau mengejar sesuatu, dan seterusnya. Indicator keberhasilan pembangunan bukan hanya dilihat dari gedung-gedung mewah ataupun teknologi canggih dan modern, melainkan segala hal yang bersifat internal diri manusianya sendiri harus ikut dibangun.

Kebebasan dari Sikap Menghamba: Kemampuan untuk Memilih. Artinya makna pembangunan harus memiliki konsep kemerdekaan manusia. Kemerdekaan atau kebebasan di sini hendaknya diartikan secara luas sebagai kemampuan untuk berdiri tegak sehingga tidak diperbudak oleh pengejaran aspek-aspek materiil dalam kehidupan ini. Jika kita memiliki kebebasan, itu berarti untuk selamanya kita mampu untuk berfikir jernih dan menilai segala sesuatu atas dasar keyakinan, fikiran sehat, dan hati nurani kita sendiri. Kebebasan juga meliputi kemampuan individual atau masyarakat untuk memilih satu atau sebagian dari sekian banyak pilihan yang tersedia.


[1] Drs. Arief Achmad Mangkoesapoetra, M. Pd.. Kontribusi Guru bagi Pembangunan Desa. http://re-searchengines.com/0805arief.html, diakses pada 6 Oktober 2009.

[2] Sem Karoba.. Papua Menggugat – Teori Politik Otonomisasi di Papua Barat – Penerbit, Galang Press 2006

[3] Todaro, Michael P. dan Stephen C. Smith. 2006. Pembangunan Ekonomi (edisi kesembilan), Jilid 1. Jakarta: Penerbit Erlangga, hal. 26-28.


*) Penulis adalah Seorang Pengangguran dari Yalimek dan menetap di jalur bebas hambatan.





Masyarakat Yalimek sedang diajarkan Baca - tulis (Nare - nare)

Seorang anak Perempuan dari salah seorang Misionaris dengan busana adat wanita Yalimek

Pendeta Klaus Reuter Ditengah - tengah masyarakat Yalimek

Minggu, 23 Mei 2010

O HOMEA WITUK

Foto-foto yang berikut merupakan langka-langka dari pembangunan homea, sebuah rumah adat Yali untuk keluarga. Jenis rumah lainnya merupakan rumah untuk laki-laki, atau yowa, lebih besar dari homea, dan rumah untuk upacara adat, atau ousayowa, yang sudah tidak ada di Holuwon. "Lama kehidupan" dari sebuah rumah sekitar dua tahun, sebelum tali ratannya mulai putus dan rumah mulai miring. Rumah tua akan runtuh kalau tidak dibongkar.

Untuk homea, pemiliknya harus mengumpulkan semua bahan pembangunan sendiri: setiap jenis kayunya dan talinya. Dia harus poton kayunya, yang akan dikeringkan, dan cabut kulit kayu. Hanya pada saat dia mulai meratakan tanah di lokasi rumah yang akan dibangun, semua teman-temannya dan keluarganya datang untuk bantu dia. Sebagian dari orang-orang itu pergi ke hutan untuk mencari daun pandan untuk menutup atap. Pembangunan berlangsung selama kurang lebih satu hari - dua hari.











Berikut ini adalah foto yang diambil dari atas udara (AMA).

















James S Yohame

YALIMEK, SUKU PEGUNUNGAN PAPUA

Pesawat terbang merupakan alat transportasi satu-satunya menuju Kosarek, salah satu desa di Kecamatan Anggruk, Kabupaten Jayawijaya, Papua. Dengan menggunakan pesawat jenis Cessna milik maskapai penerbangan MAF (Mission Aviation Fellowship) , perjalanan udara dari Wamena menuju Kosarek ditempuh dalam waktu 30 menit. Malalui kawasan pegunungan terjal di Kabupaten Jayawijaya.

Pewasat kecil berpernumpang empat orang ini terasa sekali guncangannya, apalagi ketika pesawat memasuki gumpalan awan tebal. Layaknya menggunakan angkutan umum di jalanan rusak. Badan diguncang-guncang kesana kemari. Isi perut rasanya ingin keluar.

Pesawat yang di piloti Barten, warga kebangsaan Belanda ini akhirnya mendarat di landasan yang terbuat dari tanah sepanjang 450 meter. Landasan tanah ini dibangun warga secara swadaya pada tahun 1974.

Kedatangan kami disambut ratusan warga Kosarek di ujung landasan. Kontak kami di Kosarek yaitu seorang mantri bernama Amos Wisabal. Dia membawa kami ke sebuah rumah kayu kosong, yang disediakan untuk kami menginap selama di Kosarek.

Mengatahui kedatangan kami, warga Kosarek mendatangi rumah dengan membawa berbagai bahan makanan seperti ubi kayu, sayuran dan ayam. Mereka menawarkan kepada kami untuk membeli bahan makanan yang mereka bawa. Berhubung langkanya bahan makanan di Kosarek, akhirnya kami membeli hampir semua bahan makanan yang mereka bawa. Kami menimbun bahan makanan untuk 7 hingga 10 hari. Kami sendiri sudah membawa bahan makanan dari Wamena seperti beras, telur, mie dan sebagainya.

Perjalanan ke Kosarek benar-benar kami persiapkan dengan matang, selain membawa sendiri bahan makanan, kami juga membawa generator. Karena di Kosarek sama sekali tidak ada listrik untuk penerangan dan segala keperluan berhubungan dengan alat kerja kami.

Di Kecamatan Anggrauk terdapat 32 desa, salah satu diantaranya yaitu desa Kosarek, yang memiliki 6 kampung. Kampung-kampung di desa Kosarek dikelilingi pegunungan Jenggu dan perbukitan Mei. Karena letaknya di kelilingi pegunungan dengan ketinggian sekitar 1500 meter dari permukaan laut, maka udara di desa ini sangat dingin.

Suku terbesar di Kosarek adalah Suku Yali Mek, dengan 8 suku kecil di dalamnya. Suku Yali Mek adalah suku yang tinggal di kawasan pegunungan. Selain di Kosarek, mereka juga tinggal di desa Benawa, Lipsa dan Nelapo. Suku-suku yang tinggal di pegunungan mempunyai cara hidup yang berbeda denga suku yang tinggal di lembah dan pantai. Demikian juga dengan bentuk honai. Honai-honai suku Yali Mek, baik perempuan maupun laki-laki lebih tinggi. Untuk pertama kalinya misionaris Jerman masuk ke Kosarek pada tahun 1972. Sehingga seluruh masyarakat Kosarek menganut agama kristen protestan.

Karena letaknya di pedalaman terpencil dengan kondisi geografis bergunung dan berbukit-bukit, pambangunan di Kosarek sangat tertinggal dari daerah lannya. Untuk membantu masyarakat dan membuka isolasi, maka pesawat milik MAF masuk Kosarek pada tahun 1974 hingga sekarang.

Pesawat MAF masuk Kosarek dua kali dalam sebulan, itupun tergantung permintaan masyarakat. Pesawat sebanarnya merupakan misi pelayanan bagi gereja, pendeta, mengangkut orang sakit namun juga menjadi andalan orang Kosarek untuk memenuhi segala kebutuhan mereka sehari-hari. Bila tidak ada uang untuk naik pesawat, maka orang Kosarek akan berjalan kaki ke Wamena yang ditempuh dalam waktu satu minggu lamanya.

Untuk menganal lebih jauh kehidupan Suku Yali Mek, maka saya menuju kampung Wasaltek yang terletak di atas lereng Gunung Wasaltek di ketinggian 1400 meter dari permukaan laut. Orang Yali Mek di kampung Wasaltek masih hidup dengan tradisi, adat istiadat dan budaya nenek moyang. Sebagian besar penduduknya masih memakai koteka bagi laki-laki dan sali bagi perempuan untuk menutupi kemaluan, tanpa penutup dada.

Kampung Wasaltek dihuni 496 jiwa yang tinggal dalam 78 honai. Honai perempuan dan laki-laki dibedakan. Honai perempuan lebih kecil ketimbang honai laki-laki yang lebih tinggi dan besar. Honai perempuan hanya diperuntukan bagi perempuan dan anak-anak. Di bagian dalam honai perempuan ada kandang babi yang dianggap sebagao binatang peliharaan yang berharga. Jadi babi harus tidur bareng manusia dalam rumah.

Bagian dalam honai hanya dialasi daun bandang, agar penghuni honai lebih nyaman ketika tidur dan aman dari berbagai gangguan serangga dan binatang kecil. Ditengah-tengah honai biasanya ada perapian untuk memberi kehangatan kepada seluruh penghuni honai.

Honai laki-laki letaknya di depan kampung, agar memudahkan bagi laki-laki yang ingin menginap di kampung tersebut. Pada masa lalu dimana masih sering perang antar suku, honai laki-laki yang terletak di depan kampung akan melindungi kaum perempuan dan anak-anak dari serangan musuh.

Karena honai laki-laki diperuntukan bagi siapapun laki-laki yang ingin tidur di honai, maka jangan heran bila dalam satu honai bisa dihuni puluhan orang. Mereka tidur berhimpitan dan saling tumpuk satu dengan yang lain agar memberi kehangatan. Ada satu adat Yali Mek, yaitu ketika anak laki-laki beranjak dewasa maka bagian hidung si anak akan di lobangi, ritual ini dinamakan iruai. Hidung yang telah dilobangi biasanya dipasangi hiasan taring babi. Si anak nantinya akan tinggal di honai laki-laki dan akan memperoleh pelajaran sebagaimana laki-laki dewasa. Seperti bagaimana menghormati wanita, cara berladang, berburu dan sebagainya. Ritual iruai ini kemudian dilanjutkan dengan beberapa upacara adat seperti memotong babi dan menari.

Pertama yang dilakukan orang Yali Mek adalah segen yaitu membuat api dengan menggosok rotan kebatang kayu kering yang dikelilingi rumput kering. Setelah keluar api kemudian diatasnya ditumpuk kayu-kayu kering disusul batu- batu. Bagi yang akan dibakar ditombak di bagian jantung hingga mati. Tubuhnya dipotong perbagian dan dipanggang diatas batu panas untuk merontokan bulu-bulu babi. Bahan makanan lainnya yang akan di masak seperti petatas atau ubi kayu, keladi atau talas dan sayuran daun pakis dibersihkan ibu-ibu Yali Mek.

Sementaa menunggu makanan masak, orang Yali Mek mempersiapkan tarian sepna. Para penari laki-laki memakai pakaian adat berupa polak yaitu hiasan rotan di bagian tbuh dan membawa panah dan busur. Koteka yang dipakai menari berbeda dengan yang dipakai sehari-hari. Koteka menari lebih panjang. Para penari juga memakai hiasan bulu ayam, burung nuri dan burung cendrawasih di kepala.

Sementara perempuan mengenakan sali atau penutup alat kelamin, kalung manik-manik di leher dan tas noken warna-warni di punggung. Para penari suku Yali Mek berlari-lari kecil membentuk lingkaran diiringi teriakan dan yel-yel dari para penari. Bagi suku Yali Mek, tarian sepna merupakan tarian sakral untuk memulai membangun honai dan proses kepindahan anak laki-laki dari honai perempuan ke honai laki-laki.

Di waktu senggang, bocak Yali Mek pergi ke rawa dan kebun untuk menari yai atau kodok. Kodok hasil tangkapan kemudian di bakar dan di santap ramai-ramai di dalam honai.





















Template by : Yalimeck jamaica-rastuna.blogspot.com