Jati diri bagi kebanyakan orang dipandang sebagai satu bawaan diri yang sulit terlepas pada perilaku yang bersangkutan. Jati diri seringkali dicari: mungkin karena sikap ingin tahu, yang kemudian dimanifestasikan dalam pelbagai bentuk (entah itu santun atau sembrono). Jati diri bisa berasal dari tempat kelahiran, tempat dimana kita dibesarkan, kebiasaan dimana kita bergaul, lingkungan dimana kita di didik. Tapi, ada yang bilang Jati diri bak sebuah daun kelor; kecil namun tegas dalam pewarnaan jiwa. Jati diri bisa merupakan hati nurani seseorang yang memang tak dapat disusupi dengan apapun. Adalah Brigjen (purn) Jos Buce Wenas. Putra kelahiran Tomohon, 22 Mei 1945 yang bertahan hidup 30 tahun di Tanah Papua ini menuturkan suatu realita hidup yang sangat utuh tentang jingle child Desa Anggruk, Kabupaten Yahukimo, Papua; Enny Kenangalem namanya. Diceriterakan, Enny Kenangalem adalah putri kembar yang sebenarnya sudah meninggal. Sebab, kebiasaan di Distrik Anggruk, Yahukimo, bila satu keluarga memiliki anak kembar, maka yang satunya harus dikorbankan karena bisa membawa sial. Hal itu yang terjadi pada Enny Kenangalem. Mendengar kebiasaan itu, seorang dokter PTT yang ditempatkan di daerah Anggruk, mengambil Enny Kenangalem sebelum dibuang ke sungai. Dan, menitipkan kepada perawat asal
Maka jadilah Enny Kenangalem kecil, hidup di lingkungan baru, di Kota Tomohon. Otomatis dalam kehidupan sehari-harinya, ia tidak lagi mengenal yang namanya belantara Jayawijaya atau tarian Sajojo ataupun Bahasa Papua (Anggruk). Enny Kenangalem lebih fasih berbahasa Tombulu, lebih tahu tarian Maengket juga lebih mengenal Batu Pinabetengan. Enny Kenangalem kecil tak lagi bermain di padang-padang yang luas, panah-panahan, kejar-kejaran dengan serangga juga (bisa) binatang buas lainnya. Ia lebih banyak bermain dengan boneka atau makan permen. Hidupnya tidak lagi diinterupsi oleh kehidupan lazimnya anak- anak di kampungnya Anggruk. Ia tidak biasa lagi hidup di alam yang menyimpan tantangan tersendiri, tempat di mana orang belajar untuk hidup.
Di Tanah Papua adalah tempat dimana masih ada mimpi buruk, seperti brutalitas, kanibalisme, perang antarsuku dan sengketa tanah serta pembunuhan adalah menu sehari-hari. Namun, ketika hidup dan belajar di sekolah, di Tanah Minahasa, Enny Kenangalem, telah berubah jadi sosok manusia yang lebih rapih; karena sudah mengenakan pakaian lengkap. Dan, tidak seperti saudaranya, yang sampai Enny Kenangalem menjenguk keluarganya di Desa Anggruk, Jayawijaya, masih belum menggunakan kutang dan hanya tampil seadanya seperti anak belantara lainnya. Yang lancar bermain di belantara, bisa tidur di alam terbuka, lincah menari Sajojo, dan suka “polos” dalam berpakaian. Sementara Enny Kenangalem, lebih fasih berbahasa Tombulu ketimbang bahasa ibu; bahasa Anggruk. Lebih lincah bergerak mengikuti tarian Maengket ketimbang bersajojo. Pertanyaan mengenai Jati diri lalu menyelinap: Apakah Enny Kenangalem seorang …………..? Apakah Enny Kenangalem warga ………..? Apakah Enny Kenangalem mixed? Atau, apakah Enny Kenenggaley memiliki …………ataukah ………….? Enny Kenenggaley mungkin adalah contoh ekstrim mengenai “pergeseran” Jati diri. Tapi, contoh kecil lainnya bisa ditemukan di sekeliling kita. Jika menemukan diri kita berbeda dalam hal ras, bahasa ibu, etnis, peradaban, etika dari kebanyakan penduduk sekitar, pertanyaan inipun muncul dalam bentuknya yang sering mengganggu. Sebagian orang mungkin beradaptasi dengan perbedaan. Namun, seperti Enny Kenangalem, proses adaptasi di tempat dimana seharusnya ia berada bertahun-tahun, malah hanya menjadi cerita yang ia sendiri tidak mengerti. Tetapi, ada yang drastis dalam diri Enny Kenangalem. Ia kini lancar berdialog dalam bahasa ibu dan mulai mengerti dengan belantara Papua. Karena Enny Kenangalem kini seorang dokter yang bertugas di Rumah Sakit Mitra Masyarakat, Timika setelah menyelesaikan studinya di Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado.***http://sibosnetwork.wordpress.com/***
*) Seorang Putra Yalimek Yang Terdampar Di Pulau Jawa
PENGIKUT
PESAN
ARSIP
-
▼
2010
(38)
-
▼
Maret
(18)
- ISU PEMEKARAN YAHUKIMO UTARA MERUPAKAN ISU ‘MURAHA...
- PERKAWINAN ADAT SUKU YALIMEK
- JATIDIRI
- WILAYAH YALI MEK LAYAK DI MEKARKAN (II)
- PEMEKARAN KABUPATEN DI PAPUA MASIH DI BUTUHKAN
- DI SEKITAR MAMBERAMO, 12 SUKU TERASING MASIH MENGE...
- PENGHARGAAN DARI SCHWELM
- PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 T...
- BUAH MERAH PAPUA (YALIMEK)
- TIM SEPAK BOLA YALI PUTRA MENANG TELAK ATAS LANNY ...
- PELAJARAN BERHARGA DARI BALIK GUNUNG.
- SOSIALISASI DAN PENERAPAN MODEL REVITALISASI PERTA...
- KETIKA KEMISKINAN DAN KETERBELAKANGAN DI PAPUA DI ...
- PERJALANAN TEAM MOBILE CLINIC (TMC) KE DISTRIK ANG...
- YALIMEK KEHILANGAN SALAH SATU PUTRA TERBAIKNYA
- KETUA TEAM PEMEKARAN YALIMEK BERTEMU DENGAN WAGUB ...
- PERJUANGAN SEORANG PERAWAT DI DAERAH YALIMEK
- PERAN MAHASISWA YALIMEK DALAM PEMBANGUNAN YALIMEK ...
-
▼
Maret
(18)
TRAFFIC
MUSIC
Create a playlist at MixPod.com
Rabu, 24 Maret 2010
JATIDIRI
ARSIP
-
▼
2010
(38)
-
▼
Maret
(18)
- ISU PEMEKARAN YAHUKIMO UTARA MERUPAKAN ISU ‘MURAHA...
- PERKAWINAN ADAT SUKU YALIMEK
- JATIDIRI
- WILAYAH YALI MEK LAYAK DI MEKARKAN (II)
- PEMEKARAN KABUPATEN DI PAPUA MASIH DI BUTUHKAN
- DI SEKITAR MAMBERAMO, 12 SUKU TERASING MASIH MENGE...
- PENGHARGAAN DARI SCHWELM
- PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 T...
- BUAH MERAH PAPUA (YALIMEK)
- TIM SEPAK BOLA YALI PUTRA MENANG TELAK ATAS LANNY ...
- PELAJARAN BERHARGA DARI BALIK GUNUNG.
- SOSIALISASI DAN PENERAPAN MODEL REVITALISASI PERTA...
- KETIKA KEMISKINAN DAN KETERBELAKANGAN DI PAPUA DI ...
- PERJALANAN TEAM MOBILE CLINIC (TMC) KE DISTRIK ANG...
- YALIMEK KEHILANGAN SALAH SATU PUTRA TERBAIKNYA
- KETUA TEAM PEMEKARAN YALIMEK BERTEMU DENGAN WAGUB ...
- PERJUANGAN SEORANG PERAWAT DI DAERAH YALIMEK
- PERAN MAHASISWA YALIMEK DALAM PEMBANGUNAN YALIMEK ...
-
▼
Maret
(18)
0 komentar:
Posting Komentar